Januari 04, 2010

Mikka dan Jembatan yang runtuh

Di sebuah desa, hiduplah seroang pemuda bernama Mikka. Setiap hari ia berdiri di sebuah pertigaan jalan. Kepada penduduk desa yang hendak berpergian, Mikka selalu bertanya pada mereka.
"
Apakah kau hendak pergi ke kota?"

Mikka bukanlah seorang yang ramah. Ia bertanya begitu, bukan karena ingin bersikap sopan. Ia punya maksud tertentu.
Pada suatu pagi, lewatlah seorang nenek di pertigaan jalan. Mikka pun bertanya seperti biasa,

"Apakah Nenek hendak pergi ke kota?"

"Benar," jawab nenek itu.

"Kalau begitu, jangan belok ke jalan itu. Disana ada beruang lapar. Nenek bisa diterkan, lewat jalan lurus ini saja, melalui jembatan. Tapi, Nenek harus membayar lima sen padaku," kata Mikka.

"Jembatan ini milik orang banyak. Mengapa aku harus membayar bila melewatinya?" tanya nenek itu.

"Apa nenek lupa? Jembatan ini dibangun di atas tanahku. Makanya nenek harus bayar padaku kalau melewatinya. Kalau tidak mau, silakan saja lewati jalan yang ada beruangnya itu," kata si Mikka.

Terpaksa si nenek membayar lima sen untuk melewati jembatan, Tak apalah daripada harus berhadapan dengan beruang ganas.

Pikir si nenek.Begitulah. Setiap bertemu dengan orang, Mikka selalu memaksa mereka untuk melewati jembatan yang dijaganya. Orang-orang terpaksa membayar, sehingga mikka mendapat banyak uang.

Suatu hari, hujan turun sangat deras. Tak ada orang yang keluar rumah. Akibatnya Mika tidak mendapatkan uang. Hujan turun berhari-hari. Berhari-hari pula Mikka tidak mendapat uang.

Pada suatu pagi, tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh. Lalu tampaklah sungai dibawah jembatan itu banyir. Air bergulung gulung itu dahsyat. Tiang-tiang jembatan itupun runtuh.

Mikka berteriak-teriak minta tolong, namun tak ada yang peduli. Mika sedih memandang sisa-sisa puing jembatan dikedua sisi sungai.

Mikka lalu berlari menemui penduduk desa dan meminta mereka membantu membangun jembatan baru.

"Kami tak perlu jembatan. Kami akan lewat jalan lain," kata seseorang

"Tapi dijalan itu ada beruang. Kalian bisa celaka," sahut Mikka.

"Kami akan membawa obor dan menyalakannya. Beruang takut pada api," kata orang itu

"Tolonglah bantu aku membangun jembatan," Mikka memohon.

"Apa kau lupa? Jembatan itu ada ditanah milikmu. Untuk apa kami hari membantumu?

Lagi pula, bila jembatan itu dibangun kembali, apa kami harus membayar bila melewatinya?"

"Aku janji, kalian bebas melewati jembatan itu tanpa membayar," janji Mikka.

"Kami tak percaya. Beruang lapar yang selalu kau katakan itupun, sebenarnya tak ada. Itu hanya tipu muslihatmu. agar kami melewati jembatanmu dan membayar. Maaf, kami masih banyak urusan." Orang-orang desa itupun pergi meninggalkan Mikka.

Akhirnya Mikka tak punya teman. Ia juga tak punya uang lagi sejak jembatannya runtuh. Mikka sangat menyesal. Ia berjanji untuk berperilaku jujur. Ia juga berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan orang-orang didesanya itu. Meski ia tahun, hal itu tentu sangat sulit.

oleh : Sulistiyo Suparno